STRATEGI JITU MENCEGAH ENERGI NEGATIF SISWA
Energi yang ada di dalam diri manusia ada yang positif dan negatif. Bila energi positif sudah bersemayam secara terus menerus dan dirawat dengan baik maka tentunya akan membuat manusia tersebut menjadi pribadi luar biasa, karena energi positif itu akan terus menambah kebaikan dalam hidup, energi positif tersebut seperti: mandiri, ramah, bertanggungjawab, syukur, cinta dll. Namun sebaliknya, bila yang ada adalah energi negative contohnya: benci, sombong, dendam dll. Maka itu akan menggerogoti jiwa dan raga manusia itu sendiri. Bahkan ada keyakinan bahwa penyakit manusia sumber terbesarnya adalah hati dan pikiran manusia itu sendiri.
Energi negative akan memunculkan sikap yang juga negative. Apalagi ketika manusia mulai memasuki masa remaja dengan segala pernak Pernik kehidupannya. Guru sebagai manusia yang memiliki tugas yang sangat mulya hamper setiap hari akan berhadapan dengan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh siswa. Dan tentunya ini perlu penangan yang ekstra keras dan terus menerus
Dalam ilmu bimbingan dan konseling, masalah siswa dikelompokkan kedalam beberapa kategori, yaitu (1) masalah pribadi yang menyangkut siswa dengan dirinya, (2) masalah belajar yang menyangkut rasa cinta kepada ilmu dan respon mereka terhadap ilmu itu sendiri, (30 masalah social yang berhubungan dengan hubungan siswa dengan lingkungannya, dan (4) masalah karier siswa, kemana siswa akan melanjutkan pendidikan, apa jurusan yang akan dipilih, strategi apa supaya bisa masuk ke dalam jurursan yang diinginkan, dan lain sebagainya.
Terkadang kita menyaksikan di televisi atau membaca di media cetak bahwa masalah yang timbul di sekolah atau madrasah sering membuat guru stress, emosional, malas mengajar, menggurutu, dll. Contohnya siswa tidak memakai seragam, dating terlambat, tidak mengerjakan tugas, tidak belajar, suka mengganggu teman, mencuri di sekolah, melawan guru, tidak mau beribadah, dan seabrek masalah yang sering muncul seakan akan menjadi budaya biasa yang ini tidak boleh dibiasakan.
Contoh sederhana, bagaimana cara penanganan terhadap siswa yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan di sekolah? Ada banyak tokoh yang berpendapat mengenai cara menangani masalah siswa yang bisa dilakukan oleh guru seperti yang ditulis oleh Dr. H.M. Taufiqi, M.Pd. dalam disertasi doktornya yaitu:
- Secara behavioristik
Saya teringat dengan nama-nama seperti Edward L. Thorndike dengan tiga teori belajar “law of Readiness, Law of Exercise, dan Law of Effect”. Bahwa belajar itu menurut kesimpulan saya yang sederhana harus disiapkan, individu harus siap. Lalu adanya pengulangan secara terus menerus dengan menghubungkan antara stimulus dan respon ada aksi ada reaksi, ada rangsanagan ada tanggapan, hal baik harus terus menerus dilatih secara berulang-ulang. Sedangkan hokum akibat terjadi apabila peraturan atau hal positif diterapkan secara kontinyu akan menyebabkan pribadi yang positif/hal yang menyenangkan.
Masih ingat dengan B.F. Skinner dimana sekitar tahun 1955 menyampaikan bahwa pendekatan behavioristik ini memiliki aspek lingkungan sebagai stimulus/rangsangan dan pembelajar memberikan respon. Kita perlu membuat lingkungan belajar di sekolah sebagai rangsangan dan akibatnya siswa akan merespon hal baik dengan cara yang baik, sebab mereka menerima kehidupan yang baik.
- Cara Kognitifistik
Sangat sering terjadi, siswa melanggar peraturan dan membuat masalah disebabkan mereka tidak memahami peraturan dan norma-norma atau etika yang ada. Jadi jangan salahkan mereka bila mereka merasa seakan tidak punya masalah ketika mereka melanggar peraturan atau membuat masalah.
Kita sering memposisikan mereka dengan standar kita, artinya kadang kita menganggap bahwa mereka sudah barang tentu memahami peraturan dan kewajiban-kewajibannya. Sampaikanlah secara terus menerus dan berulang-ulang apa yang kita harapkan dari mereka, apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus mereka hindari. Dan ketika tahap ini saya teringat dengan kisah Syeikh Ibnu Hajar, tentang batu yang berlubang karena tetesan air secara terus menerus.
Kalua perlu ajaklah mereka berdiskusi dalam membuat peraturan, sampaikanlah pentingnya ada peraturan dan dampak baik bila peraturan itu dijalankan.
- Cara Humanistik
Guru perlu dekat dengan siswa_namun dalam batas yang semestinya-untuk bisa menididik mereka. guru berbicara secara verbal dan nonverbal dalam arti bersikap seperti layaknya orang tua terhadap anaknya. Kita memandang mereka sebagai manusia yang membawa fitrah dari Allah, dengan berbagai potensi uang ada. Penuhilah kebutuhan-kebutuhan mereka, saya mencontohkan kebutuhan menurut Abraham Maslow. Kita tidak boleh hanya minta dipahami, didikuti, dihormati tanpa berprilaku yang bisa menjadi teladan bagi mereka. Karena guru harus memahami muridnya.
- Cara Spiritual
Kita yakin bahwa Allah yang bisa merubah manusia, tidak ada yang mustahil bila Allah berkehendak. Orang tua di zaman dahulu sangat sering melakukan selametan atau petrian untuk mendoakan anak-anaknya supaya jadi anak yang soleh.
Doakanlah mereka. Saya teringat dengan pesan guru saya K.H. Luqman Haqim, Ph.D. pengasuh Pondok Pesantren Muhibbien Bogor, beliau adalah seorang ulama tasawwuf yang dekat dengan Gus Dur, Gus Mus dan lainnya. Beliau memberikan tips kepada kami yaitu orang tua harus mendoakan naknya sesring mungkin minimal setiap sehabis shalat fardhu, bukan hanya anaknya yang didoakan namun juga guru dari anaknya tersebut. Dan ketika anaknya berangkat ke sekolah, anak harus bersalaman kepada orang tua, ketika salaman tersebut orang tua membacakan doa-minimal surah al fatihah-yang kemudian ditiupkan pada ubun-ubun anaknya. Guru juga melakukan hal yang sama seperti itu, dan murid mendoakan orang tua dan gurunya. Menurut Prof. KH Imam Suprayogo, untuk merubah siswa harus dilakukan pembiasaan-pembiasaan ibadah, didekatkan dengan kitab suci dan tempat ibadahnya, didekatkan dengan tokoh agamanya, contohnya: sholat berjamaah, mengaji dan wiridan sebelum pelajaran dimulai. Menurut saya tradisi suwuk di Nahdlatul Ulama sangat efektif untuk mewujudkan ini, karena kita tahu bahwa doa adalah senjatanya kaum muslimin.
Ketika saya menuliskan esai ini, terdengar sayup-sayup tetangga saya memutar lagu, sepertinya elvi sukaesih. Diantara lantunan syairnya begini “bangunlah adikku, hari sudah pagi, berangkatlah ke sekolah, belajarlah belajarlah…”
Wallahu a’lam
Ahad, 2 Juni 2019
05.30 wib
sumber: Tarbiyahhttps://tarbiyah.alqolam.ac.id/wp-admin/post.php?post=1470&action=edit
0 Komentar